izi seimbang[1] adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal[2].
Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, prinsip Gizi Seimbang divisualisasi berupa “piramida” Gizi Seimbang. Tidak semua negara menggunakan piramida, tetapi disesuaikan dengan budaya dan pola makan setempat. Misalnya, di Thailand dalam bentuk piramida terbalik sebagai “bendera”, dan di China sebagai “pagoda” dengan tumpukan rantang. Para pakar gizi yang bergabung dalam Yayasan Institut Danone Indonesia (DII) bersama para penulis dari Tabloid Nakita (Kompas-Gramedia), mengadaptasi piramida sesuai dengan budaya Indonesia, dalam bentuk tumpeng dengan nampannya yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai “Tumpeng Gizi Seimbang” (TGS).* TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit).
Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan 4 prinsip Gizi Seimbang (TGS)[3] meragakan 4 prinsip Gizi Seimbang (GS): aneka ragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan, aktivitas fisik dan memantau berat badan ideal. TGS terdiri atas beberapa potongan tumpeng: satu potongan besar, dua potongan sedang, dua potongan kecil, dan di puncak terdapat potongan terkecil. Luasnya potongan TGS menunjukkan porsi makanan yang harus dikonsumsi setiap orang per hari. TGS yang terdiri atas potongan-potongan itu dialasi oleh air putih. Artinya, air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial bagi kehidupan untuk hidup sehat dan aktif.
Dalam sehari, kebutuhan air putih untuk tubuh minimal 2 liter (8 gelas). Setelah itu, di atasnya terdapat potongan besar yang merupakan golongan makanan pokok (sumber karbohidrat). Golongan ini dianjurkan dikonsumsi 3—8 porsi. Kemudian di atasnya lagi terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Keduanya dalam potongan yang berbeda luasnya untuk menekankan pentingnya peran dan porsi setiap golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar dari buah yang terletak di sebelahnya. Dengan begitu, jumlah sayur yang harus dilahap setiap hari sedikit lebih besar (3-5 porsi) daripada buah (2—3 porsi). Selanjutnya, di lapisan ketiga dari bawah ada golongan protein, seperti daging, telur, ikan, susu dan produk susu (yogurt, mentega, keju, dan lain-lain) di potongan kanan, sedangkan di potongan kiri ada kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan oncom.
Terakhir dan menempati puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah minyak, gula, dan garam, yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah tumpeng terdapat prinsip Gizi Seimbang lain, yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan dan pantau berat badan. Karena prinsip gizi seimbang didasarkan pada kebutuhan zat gizi yang berbeda menurut kelompok umur, status kesehatan, dan jenis aktivitas, maka satu macam TGS tidak cukup. Diperlukan beberapa macam TGS untuk ibu hamil dan menyusui, bayi dan balita, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Sejarah Gizi Seimbang
Gizi terjemahan dari bahasa Inggris "Nutrition" dan “nutrition science”. Meskipun belum resmi ditetapkan oleh Lembaga Bahasa Indonesia, istilah Gizi dan Ilmu Gizi telah dipakai oleh Prof.Djuned Pusponegoro, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu penyakit anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1952[4]. Tahun 1955 , Ilmu Gizi resmi menjadi mata kuliah di Fakultas Kedokteran UI, dan tahun 1958 secara resmi dipakai dalam pidato pengukuhan Prof.Poerwo Soedarmo[5] sebagai Guru Besar Ilmu Gizi pertama di Indonesia, di Fakultas Kedokteran UI. Sejak itu sampai sekarang banyak Fakultas Kedokteran , Fakultas Pertanian , Fakultas Teknologi Pangan, Fakultas Kesehatan Masyarakat telah mendirikan Bagian atau Departemen Ilmu Gizi. Tahun 1965 di Jakarta diresmikan Akademi Gizi dari Departemen Kesehatan, yang sampai sekarang tersebar di hampir semua propinsi di Indonesia sebagai Pendidikan Politeknis Kesehatan Jurusan Gizi . Pengesahan kata Gizi sebagai terjemahan resmi dari Nutrition dan Nutrition Science[6], diperoleh pada akhir tahun 50an dari Prof DR. Haryati Soebadio seorang dosen, ahli bahasa, dan sebagai direktur Lembaga Bahasa Indonesia Fakultas Sastra UI . Prof.DR.Soebadio, menjelaskan tentang akar bahasa Indonesia kebanyakan dari bahasa Arab dan Sanksekerta. Kata Inggris Nutrition dalam bahasa Arab di sebut GHIZAI, dan dalam bahasa Sanksekerta SVASTAHARENA. Keduanya artinya sama, makanan yang menyehatkan. Atas petunjuk tersebut Prof.Poerwo Soedarmo, ketika itu masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Makanan Rakyat Kementerian Kesehatan dan Direktur Akademi Gizi Kementerian Kesehatan, bapak gizi Indonesia memilih kata GIZI sebagai terjemahan resmi kata nutrition, yang sejak tahun 1952 kata GIZI itu sudah dipakai dikalangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Sedang kata SVASTAHARENA di pakai dalam lambang organisasi PERSAGI,[7] sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar